Memilih sekolah dasar buat Kakak dan Adek

Tak ada sekolah yang sempurna dan kita lah sebagai orang tua yang harus menyempurnakannya di rumah

Emak-emak…si kecil sudah memasuki usia sekolah dasar? Pasti kita akan bilang tak terasa waktu begitu cepat.  Namun bagaimana memilih sekolah dasar yang baik bagi putra-putri emak? berikut ini tips-tipsnya yang mungkin bermanfaat.

  1. Tanamkan dalam benak kita, tak ada sekolah yang sempurna dan kita lah sebagai orang tua yang harus menyempurnakannya di rumah. <—- INI PENTING!
  2. Alangkah lebih baiknya jika emak-emak memilih-milih sekolah pada bulan januari dan febuari ini.  Kesempatan kita lebih terbuka lebar untuk observasi tidak sekedar bertanya.  Untuk informasi visi misi dan lain-lainnya para emak bisa mendapatkannya di website atau brosur promosi sekolah.  Namun, ada hal yang penting yang bisa di lihat emak adalah pembelajaran yang dilakukan di kelas.  Sekolah yang bagus menyediakan dan mempersilahkan kita jika kita akan melihat pembelajaran yang dilakukan guru, namanya OPEN LESSON.  Emak bisa meminta untuk menghadirinya dengan koordinasi khusus oleh kepala sekolah.  Apa keuntungan OPEN LESSON? Kita bisa melihat bagaimana para guru mengajar dan membelajarkan anak2 kita kelak, jika puas dengan metode dan cara mengajar guru…TAKE IT jika tidak bisa LEAVE IT.
  3. Carilah sekolah yang tidak memporsir anak dengan beban kognitif yang banyak, terutama bila anak-anak kita tipe anak santai dan KEEP CALM, bukan tipe anak ambisius mengejar prestasi akademik. Betul, kita ingin melihat anak-anak jadi juara, tetapi anak juara itu tidak hanya JUARA AKADEMIK loh Emak! Anak yang sopan, yang punya empati tinggi, dan rajin membantu itu juga ANAK JUARA, dia JUARA dalam KEHIDUPAN SOSIAL.  Anak yang pandai menari atau pandai ngebodor juga juara.  Pahami anak-anak kita, mereka adalah JUARA dengan talentanya masing2.  Carilah sekolah yang menghargai anak2 juara dalam bidang masing-masing bukan hanya menghargai para juara AKADEMIK dan OLIMPIADE.  Tanyalah pada guru-guru apakah setiap pesta kenaikan kelas sekolah menghargai setiap anak sebagai juara? Bukan sekedar juara prestasi akademik?
  4. ….berkaitan dengan biaya dan lokasi yang terbaik adalah memilih sesuai dengan budget kita dan jarak sekolah jangan terlalu jauh dari rumah atau tempat kerja kita agar kita mudah melakukan koordinasi dengan pihak sekolah.

SELAMAT MEMILIH SEKOLAH BUAT SI KAKAK DAN ADEK EMAK-EMAK!

—Yanti Herlanti—

Pembelajaran Sekolah Hikari: 2LEAF

Learn easy and fun, Learn effective and fast

Pembelajaran bukan sekedar menjejalkan anak dengan serangkai konsep yang harus diingat kemudian dikeluarkan kembali melalui lembaran tes.  Pembelajaran lebih pada bagaimana setiap anak menarik makna, menggoreskan kenangan dari setiap momen yang dilaluinya.

Di Sekolah Hikari kami mengembangkan pembelajaran dengan berprinsip pada 2LEAF —Learn easy and fun, Learn effective and fast– Seperti sekolah lain, kami memulai pembelajaran dengan berdo’a, selanjutnya memberikan keterampilan berhitung ala Benese selama 15 menit.  Kegiatan pembelajaran….sebagaimana lazimnya ketentuan dari pemerintah Republik Indonesia, satu jam pembelajaran setara dengan 35 menit, maka kami di Sekolah Hikari merancang Satu kegiatan pembelajaran dalam 70 menit yang terdiri dari:

  1. Pra kegiatan: Peserta didik diberikan waktu selama 10 menit untuk mempersiapkan diri dalam belajar.  Minum, ke toilet, dan mempersiapkan buku pelajaran yang akan digunakan.  Siswa bersegera menggunakan waktu yang diberikan untuk mempersiapkan diri. Melatih DISIPLIN, TEPAT WAKTU, dan CEPAT untuk membudayakan sikap GESIT dan CEKATAN.
  2. Kegiatan pembelajaran:  Berlangsung selama 50 menit, guru mengawali pembelajaran dengan memberikan pertanyaan yang mudah atau mengejutkan dan dapat mengaktifkan peserta didik untuk menjawabnya.  Selanjutnya kegiatan pembelajaran bergulir dengan kegiatan mengamati, mencoba, menulusuri informasi, berdiskusi, dan mempresentasikan hasil diskusinya.
  3. Kegiatan penutup: Berlangsung selama 10 menit, peserta didik melakukan refleksi dalam bentuk menulis diari apa yang dirasakan atau didapatkan setelah melakukan kegiatan pembelajaran.

Dalam satu hari ada tiga kegiatan pembelajaran untuk kelas 1-3, untuk kelas 4 ada empat kegiatan pembelajaran. Berminat untuk melihat pembelajaran di Sekolah Hikari? Kami mempunyai sesi OPEN LESSON untuk sekedar observasi dan LESSON STUDY untuk sama-sama belajar memperbaiki kualitas pembelajaran di sekolah Hikari.

—Dr. Yanti Herlanti, M,Pd —

Nilai-nilai di Sekolah Hikari : Toleransi

“ The highest result of education is tolerance.” ~ Helen Keller

Semua anak adalah individu yang unik dan berbeda. Mereka datang dari lingkungan dan keluarga yang berbeda pula. Perbedaan yang ada tidak perlu dipaksa disamakan, atau malah dibandingkan, diurut ranking diberi peringkat. Kurang bijak nampaknya apabila kita membandingkan sesuatu yang unik dan berbeda satu sama lain. Lagipula bukankah perbedaan itu adalah rahmat katanya. Yang penting bagi kita adalah memberikan kesempatan kepada mereka untuk tumbuh berkembang menjadi individu-individu yang dapat memahami dan menghargai perbedaan itu. Dengan memahami dan menghargai perbedaan, mereka dapat melihat berbagai hal atau persoalan dari berbagai persepektif, sehingga insy’Allah tidak akan ada iri atau dengki di antara mereka. Dengan kesadarannya, insy’Allah mereka tidak akan memilih jalan tawuran, rusuh, atau bentuk kekerasan apapun, karena mereka memiliki toleransi yang baik. Oleh karena itu, tidak ada ranking atau peringkat di Sekolah Hikari. Tidak ada tinggi hati karena ranking atas, tidak ada rendah diri karena ranking bawah. Mereka diharapkan mempunyai motivasi untuk meraih apa yang mereka ingin capai bukan motivasi untuk memiliki peringkat lebih dari yang lain atau mengalahkan yang lain. Mereka diharapkan mampu memimpin diri mereka masing-masing, berjiwa bebas, berdaulat dan bertanggung-jawab untuk dirinya sendiri.

— Dr. Fadilah Hasim, M.Eg–

Kyouiku Mama: Prinsip hidup wanita Jepang

—Prof. Dr. Daoed Joesoep— mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Kompas Sabtu, 7 Juli 2007

Peran Ibu
Pada tahun 1996, pendidik Amerika dari Charlottesville Virginia, Tony Dickensheets, berkesempatan beberapa bulan menetap di Jepang. Selama itu, beliau berpindah-pindah tinggal di beberapa keluarga karyawan. Berdasarkan pengamatannya, dia berkesimpulan, unsur kunci dari economic miracle Negri Sakura ini ternyata telah diabaikan atau paling sedikit amat dianggap enteng, yaitu peran kyouiku mama atau education mama.
Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi Jepang yang luar biasa sejak tahun 1960, bukanlah hasil kebijaksanaan pemerintah melalui pekerja yang bersedia bekerja 16 jam per hari. Sementara para suami bekerja, para istri bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak. Dalam kapasitas sebagai ibu inilah para istri membaktikan hidupnya demi kepastian keturunan mampu memasuki sekolah-sekolah bermutu.
Maka dibalik karyawan Jepang yang beretika kerja terpuji itu ada perempuan umumnya, kyouiku mama atau education mama khususnya. Mereka inilah pilar-pilar kukuh yang menyangga para karyawan itu. Merekalah yang membantu perkembangan ekonomi yang luar biasa dari bangsanya sesudah perang dunia. Kerja dan pengaruh perempuan Jepang dapat dilihat dalam jalannya pendidikan nasional dan stabilitas sosial, yaitu dua hal yang sangat krusial bagi keberhasilan ekonomi sesuatu bangsa.
Jadi, perempuan Jepang ternyata berperan positif dalam membina dan mempertahankan kekukuhan fondasi pendidikan dan sosial yang begitu vital bagi kinerja kebangkitan ekonomi bangsanya.Ketika saya sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan diundang untuk meninjau berbagai lembaga pendidikan dasar, menengah dan tinggi negeri ini, saya kagum melihat kebersihan ruang laboratorium di sekolah umum dan bengkel praktik di sekolah kejuruan teknik.
Semua murid membuka sepatu sebelum memasuki ruangan dan menggantikannya dengan sandal jepit yang sudah tersedia di rak dekat pintu, jadi lantai tetap bersih bagai kamar tidur. Ketika saya tanyakan kepada guru yang mengajar di situ bagaimana cara mendisiplinkan murid hingga bisa tertib, dia menjawab, “yang mulia, saya hampir tidak berbuat apa-apa dalam hal ini. Ibu-ibu merekalah yang mengajarkan anak-anak untuk berbuat begitu.”
Saya teringat sebuah kebiasaan di rumah tradisional Jepang, alih-alih menyapu debu di lantai, mereka masuk rumah tanpa bersepatu/bersandal agar debu tidak masuk rumah. Bagi mereka, kebersihan adalah suatu kebajikan.
Di toko buku, saya melihat seorang ibu sedang memilih-milih buku untuk anaknya, seorang murid SD. Ketika saya sapa, dia menyadari saya orang asing, dia tegak kaku dengan senyum malu-malu. Ibunya datan dan mendekati dan menekan kepala anaknya agar membungkuk berkali-kali, sebagaimana layaknya orang Jepang memberi hormat, sambil mengucapkan sesuatu yang lalu ditiru oleh anaknya. Setelah mengetahui saya seorang menteri pendidikan dan kebudayaan, entah atas bisikan siapa, banyak anak menghampiri saya, antri, memberi hormat dengan cara nyaris merukuk, meminta saya menandatangani buku yang baru mereka beli.

Perempuan dan Pendidikan
Lebih daripada di negeri-negeri lain, kelihatannya sistem pendidikan dan kebudayaan Jepang mengandalkan sepenuhnya peran perempuan dalam membesarkan anak. Karena itu dipegang teguh kebijaksanaan ryousai kentro (istri yang baik dan ibu yang arif), yang menetapkan posisi perempuan selaku manager urusan rumah tangga dan perawat anak-anak bangsa. Sejak dulu filosofi ini merupakan bagian dari mindset Jepang dan menjadi kunci pendidikan dari generasi ke generasi. Pada paruh ke dua abad 20 peran kerumahtanggaan perempuan Jepang kian dimantapkan selaku kyouiku mama atau education mama. Menurut Tony Dickensheets hal ini merupaka “a purely Japanese phenomenon”.
Yang memantapkan itu adalah para ibu Jepang sendiri. Mereka menilai diri sendiri dan karena itu, dinilai oleh masyarakat berdasarkan keberhasilan anak-anaknya baik sebagai warga, pemimpin, maupun pekerja. Banyak perempuan Jepang menganggap anak sebagai ikigai mereka, rasionale esensial dari hidup mereka. Setelah menempuh sekolah menengah, kebanyakan perempuan Jepang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Jika di Barat ada anggapan perempuan berpendidikan akademis yang melulu tinggal di rumah membesarkan anak sebagai wasting her talent, di Jepang orang percaya, seorang ibu seharusnya berpendidikan baik dan berpengetahuan cukup untuk bisa memenuhi tugasnya sebagai pendidik anak-anaknya. Kalaupun ada ibu yang mencari nafkah, biasanya bekerja part time agar bisa berada di rumah saat anak-anaknya pulang sekolah. Tidak hanya untuk memberi makan, tetapi lebih-lebih membantu mereka menyelesaikan PR atau menemani mengikuti pelajaran privat demi menyempurnakan pendidikannya.

Membantu Ekonomi Bangsa
Perempuan Jepang membantu kemajuan ekonomi bangsa dengan dua cara, yaitu melalui proses akademis dan proses sosialisasi. Bagi orang Jepang, aspek sosialisasi pendidikan sama pentingnya dengan aspek akademis, sebab hal itu membiasakan anak-anak menghayati nilai-nilai yang terus membina konformitas sikap dan perilaku yang menjamin stabilitas sosial.
Mengingat kyouiku mama mampu membina kehidupan keluarga yang relatif stabil, sekolah tidak perlu terlalu berkonsentrasi pada masalah pendisiplinan. Lalu, para guru punya ketenangan dan waktu yang cukup untuk membelajarkan pengetahuan, keterampilan, kesahajaan, pengorbanan, kerja sama, tradisi dan lain-lain atribut dari sistem nilai Jepang.
Menurut Tony Dickensheets, sejak dini pelajar Jepang menghabiskan lebih banyak waktu untuk kegiatan sekolah daripada pelajar-pelajar Amerika. Lama rata-rata tahun sekolah anak Jepang adalah 243 hari, sedangkan anak Amerika 178 hari. Selain menambah kira-kira dua bulan dalam setahun untuk sekolah, sebagian besar waktu libur anak-anak Jepang diisi dengan kegiatan bersama teman sekelas dan guru. Bila pekerja/karyawan berdedikasi pada perusahaan, anak-anak berdedikasi pada sekolah. Mengingat tujuan sekolah meliputi persiapan untuk hidup bekerja, anak didik Jepang bisa disebut pekerja/karyawan yang sedang dalam proses training.
Walaupun pemerintah yang menetapkan tujuan sistem pendidikan Jepang, keberhasilannya ditentukan oleh orang-orang yang merasa terpanggil untuk menangani pendidikan. Jika bukan guru, sebagian terbesar dari mereka ini, paling sedikit tingkat pendidikan dasar, adalah perempuan, ibu-ibu Jepang, kyouiku mama. Mereka inilah yang membentuk masa depan Jepang, melalui jasanya dalam pendidikan anaknya,
Maka sungguh menarik saat di tengah gempita perayaan keberhasilan gadis Jepang menjadi Miss Universe 2007 di Meksiko, ada berita ibu-ibu Jepang mencela peristiwa itu sebagai penghargaan terhadap kesekian perempuan belaka, bukan penghormatan terhadap kelembutan dan prestasi keperempuanan Jepang.
Celaan itu pasti merupakan cetusan nurani kyouiku mama. Berita ini bisa dianggap kecil karena segera menghilang. Namun ditengah pekatnya kegelapan, sekecil apapun cahaya nurani tetap bermakna besar.

The point of a journey is not to arrive

Dr. Fadilah Hasim, M.Eg.

Tiada kekayaan yang lebih utama daripada nalar. Tiada kepapaan yang lebih menyedihkan daripada kebodohan (ketidakpedulian). Tiada warisan yang lebih baik daripada pendidikan,” — Ali Bin Abi Thalib.

Sejak alas kaki mungkin terpasang, lalu langkah demi langkah terayun sampai derap akhir tiba di tempat yang kita tuju, makna suatu perjalanan tidak terletak hanya pada tiba sekejap mata. Tetapi pada setiap temuan dan kehilangan, pada setiap senyuman dan tangisan, …dalam perjalanan itu sendiri. Lupakan semua yakin dan ragu, ungkapkan niat dalam langkah nyata. Mewujud hasil bukan berarti akhir, menampak gagal bukan fatal, karena makna terletak pada ketabahan dan keberanian untuk tetap ayunkan langkah.

Baca lebih lanjut